Selasa, 26 Februari 2013

PostHeaderIcon MATI SURI

KEHIDUPAN SETELAH MATI SURI


 Jadi, bagaimana mendefinisikan dengan tepat seperti apa (rasanya) hidup (kembali) setelah mati?Tak seorang pun bisa menjamin dengan persis; karena setiap orang yang pernah mengalami punya versi sendiri-sendiri. Tapi, apakah memang ada orang-orang tertentu yang benar-benar pernah mengalami mati kemudian hidup kembali?Para ahli agama berkeyakinan: Ya, memang ada orang-orang tertentu yang diberi “anugerah” oleh Tuhan untuk mengalami kejadian yang sering disebut sebagai matisuri atauNear Death Experience (NDE) atauNear Death Survival (NDS) atau Out of Body Experience (OBE).Sebuah badan statistik di Amerika mencatat, hingga kini ada sekitar 8-12 juta orang mengalami NDE; sementara di Inggris, 7 dari 10 orang percaya bahwa hidup sesudah mati itu benar ada. Bagaimana dengan di Indonesia?Belum ada satu lembaga pun yang mencatat dan mengumpulkan data ”para peserta” NDE sejauh ini. Juga belum ada survei resmi (ataupun ”gelap”) berapa banyak sesungguhnya orang Indonesia yang meyakini dan mengingkari adanya kehidupan setelah mati. Lagian, buat apa juga? Biarkan saja cerita itu menjadi misteri yang lebih enak kita amati daripada kita bahas dan perdebatkan.Hanya saja, kembali kepada keyakinan para ahli agama tadi: Kecuali kesaksian dari orang-orang tertentu yang diberi ”kuasa” oleh Allah untuk mengalami matisuri, maka gambaran kehidupan sesudah mati bisa kita lihat (baca) melalui ayat-ayat di kitab suci berbagai agama.books-about-life-1books-about-life-1Ajaran agama yang menyebutkan bahwa ada siksa kubur dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam kubur, menjadi sesuatu yang relevan dan kemudian terasa masuk akal setelah cerita dari orang-orang yang mengalami matisuri terungkap.Raymond A Moody, filosof dan psikolog asal Amerika, yang melakukan penelitian terhadap orang-orang matisuri – lalu menuliskannya dalam buku “Life after Life” pada tahun 1975 – mengatakan, ”Ada sembilan elemen yang ditemui oleh mereka yang (pernah) matisuri.”  Elemen pertama adalah suara aneh. Elemen kedua, kedamaian dan kehilngan rasa sakit. Elemen ketiga sampai kesembilan, berturut-turut: pengalaman keluar dari tubuh, pengalaman dalam terowongan, terangkat cepat ke atas, manusia cahaya, wujud cahaya, ulasan kehidupan, dan desakan untuk kembali....***Siang, di tahun 2005.Rakib Mappeang, pria kelahiran 10 Januari 1937 di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, terbujur di Ruang ICU Rumah Sakit Kustati Surakarta. Tak ada aktivitas pada organ jantungnya, ditandai dengan garis horisontal pada layar monitor di sebelah pembaringannya.Sontak sang isteri, Ustadz Hami Mujadid, dan beberapa tetangga memperkeras bacaan takbir dan tahlil. Suara tangis wanita itu pun mulai terdengar, parau.Sejak semalam ia memang tiada putus membaca doa, seraya memohon kesembuhan sang suami yang telah menikahinya puluhan tahun.Seorang tetangga yang turut menjenguk, segera menelepon ke rumah untuk mengabarkan perihal kematian ini. Beberapa instruksi diberikan agar para tetangga mempersiapkan kepulangan jenazah Rakib Mappeang....Sehari sebelumnya....Pagi itu, Rakib beserta isteri asyik mengayunkan raket tenis. Mereka bermain tak serius, karena memang diniatkan sekadar bermain. Ini hanyalah kegiatan rutin sekali sepekan.Sekitar 20 menit kemudian, mereka pulang.Sampai di rumah, Rakib mendadak merasakan sesuatu yang lain di tubuhnya. Keringatnya keluar sangat banyak, jauh lebih banyak dibandingkan saat ia bermain tenis tadi.Maka, ia memutuskan untuk segera berangkat ke RS Dr Muwardi. Tak disangka, saat hendak masuk ke mobil, didapatinya ban mobil kempes. Akhirnya, bersama sang isteri, ia menumpangi becak ke rumah sakit terdekat.Begitu sampai di RS Kustati, Rakib langsung digiring ke ruang ICU, dan menjalani CT Scan atas rekomendasi dr Trisulo, dokter yang menanganinya. Sejak itulah, ia tidak sadarkan diri....***Setelah masuk “terowongan” CT Scan, Rakib tahu-tahu mendapati dirinya berada di sebuah tanah lapang penuh bunga (ia kemudian menyebutnya “padang kembang”),suatu perkebunan penuh bunga tanpa tepi.Dilemparkannya pandangan jauh ke depan, yang terlihat hanya bunga warna-warni. Di kanan dan sebelah kiri, semua sama: Tanaman bunga sampai di batas cakrawala. Bahkan ketika menengok ke belakang – dengan harapan akan tahu dari mana ia bisa sampai ke sini – yang didapatinya sejauh mata memandang hanyalah bunga, bunga, dan bunga. Semilir angin pun ia rasakan amat harum, tak menyengat.Dilangkahkannya kaki, dan yang terinjak bunga. Berputar ke kanan, ke kiri, maju, mundur, tetap bunga yang terinjak. Dan, anehnya, bunga-bunga itu tak koyak sedikit pun meski ia injak berulangkali.Lama ia terbingung-bingung, ke mana lagi harus melangkahkan kaki. Namun, saat itu tak terlintas sedikit pun di benaknya tentang isteri, anak, tetangga, kawan, bahkan harta-benda yang dimilikinya. Tidak pula ia menginginkan sesuatu. Yang dirasakannya hanyalah ketenangan dan kepuasan berada di padang kembang itu.Akhirnya ia memutuskan untuk terus berjalan ke depan, walau tanpa tujuan....“Bapak..., pulang....”Kalimat itu lapat-lapat masuk ke telinganya. Awalnya tak dikenali; lambat-laun kian jelas dan menggugah pikirannya. Ah, itu suara isteriku....Seketika ia menghentikan langkah. Ingin mencari tahu keberadaan isterinya. Dan, suara itu kembali berulang, beberapa kali. Suara isterinya yang mengharapkan ia pulang.Pulang? Pulang ke mana?Ia membuka matanya. Tahu-tahu ia mendapati isterinya menangis parau sambil memeluk tubuhnya yang dingin. Di kanan-kirinya, para tetangga sedang membacakan Surat Yasin bersama Ustadz Hami Mujadid.Ia periksa tubuhnya. Rasa sakit yang tidak terperikan menyebar dari kepala hingga ujung kaki. Akhirnya, ia sadar sepenuhnya. Dirinya ternyata masih terbaring di rumah sakit, dan disangka (telah) mati.***Menurut cerita sang isteri kemudian, setelah menjalani CT Scan, Rakib tidak sadarkan diri dan dibaringkan di paviliun. Keesokan harinya, Ustadz Hami Mujadid dan beberapa tetangga datang untuk membacakan Al Quran dan memanjatkan doa.Pada saat diperdengarkan ayat-ayat Al Quran itulah, pantauan denyut jantung Rakib berhenti menunjukkan aktivitas. Garis datar yang ditunjukkan layar monitor menandakan jantungnya sudah tidak berfungsi lagi.Paramedis mencoba dua kali memberikan kejutan, agar jantung Rakib kembali berdenyut. Tapi, sia-sia. Dokter kemudian menawarkan untuk menyuntikkan obat entah apa (yang waktu itu harganya Rp 5 juta sekali suntik) untuk merangsang agar jantungnya mampu bekerja lagi.Butuh 18 hari perawatan di rumah sakit hingga Rakib  (setelah “hidup kembali”) diizinkan pulang. Saat ini ia merasa lebih sehat, walau harus menjaga makanan yang dikonsumsinya.***Satu hal yang bisa dipetik dari cerita ini adalah: Ketika seseorang sedang menghadapi sakaratul maut, hanya suara orang yang paling dekat dan paling dicintai yang bisa sampai ke telinga orang tersebut. Ini dirasakan Rakib ketika ia dipanggil isterinya agar pulang. Padahal, saat itu, di sekitar sang isteri paling tidak masih ada lima orang lainnya yang sedang menyuarakan doa dan membacakan ayat-ayat suci Al Quran....

MATI SURI MENURUT FISIKA KUANTUM

Apa yang terjadi ketika seseorang mengalami kondisi hampir mati? Perasaan tenang luar biasa, melihat cahaya terang menyilaukan entah dari mana, jiwa yang terlepas sesaat dari raga, memasuki sebuah dimensi lain, atau berjalan di kegelapan terowongan menuju cahaya di ujungnya. Atau mungkin berkomunikasi dengan roh, yang memintanya kembali ke raganya, untuk hidup kembali. 


Pengalaman mati suri (near death experience) memiliki pola yang berbeda untuk setiap orang yang mengalaminya. Juga ragam penjelasan, dari psikologis hingga menurut keyakinan masing-masing. 
Teori baru ditawarkan oleh dua ilmuwan fisika kuantum ternama. Menurut mereka, pengalaman hampir mati terjadi ketika zat yang membentuk jiwa manusia terlepas dan meninggalkan sistem syaraf, memasuki alam semesta. Berdasar pada ide ini, kesadaran (consciousness) sejatinya dianggap sebagai sebuah program komputer kuantum dalam otak, yang bisa tetap bertahan di alam semesta bahkan setelah kematian. Ini menjelaskan persepsi sejumlah orang yang pernah mengalami mati suri. 
Adalah Dr Stuart Hameroff, Profesor Emeritus pada Departemen Anestesi dan Psikologi dan Direktur Pusat Studi Kesadaran University of Arizona, yang mengembangkan teori kuasi-relijius ini. 
Hameroff  seperti dikutip Daily Mail, mendasarkan teorinya pada teori kuantum kesadaran yang ia kembangkan bersama fisikawan Inggris, Sir Roger Penrose yang menyatakan, esensi dari jiwa kita terkandung dalam strukstur yang disebut mikrotubulus (jamak: mikrotubula) yang berada dalam sel-sel otak. Mereka berpendapat, pengalaman kesadaran kita adalah hasil dari efek gravitasi kuantum dalam mikrotubula. Sebuah teori yang mereka sebut sebagai pengaturan pengurangan obyektif (Orch-OR).
Dengan demikian, menurut teori ini, jiwa kita lebih dari sekadar interaksi antar neuron pada otak. Melainkan susunan yang terbangun dari intisari alam semesta, dan mungkin telah ada sejak waktu bermula. Konsep ini agak mirip dengan keyakinan Buddha dan Hindu, bahwa kesadaran adalah bagian integral dari alam semesta. Dan memang mirip dengan filsafat Barat idealis. 
Dengan keyakinan itu, Dr Hameroff menyatakan bahwa saat pengalaman hampir mati terjadi, mikrotubula kehilangan kondisi kuantumnya, namun informasi di dalamnya tak lantas hancur. Sebaliknya, ia hanya meninggalkan raga dan kembali ke alam semesta.
"Katakanlah jantung berhenti berdetak, darah berhenti mengalir, mikrotubulus kehilangan keadaan kuantumnya," kata Dr Hameroff. "Tapi informasi kuantum di dalam mikrotubulus tidak rusak, tak bisa dihancurkan. Hanya didistribusikan dan menghilang ke alam semesta."
Jika pasien tersebut sadar, hidup kembali, informasi kuantum itu juga akan kembali ke mikrotubulus. "Sehingga  pasien bisa berkata, 'aku mengalami pengalaman hampir mati'."
Bagaimana jika pasien itu tak pernah tersadar?"Jika pasien tak sadar dan akhirnya meninggal dunia. Bisa jadi informasi kuantumnya tetap eksis di luar jasadnya, mungkin tanpa batas, sebagai sebuah ruh."
Namun, teori Orch-OR tesebut mendapat kritik keras dari para pemikir empiris, dan terus menjadi perdebatan kontroversial di kalangan ilmuwan. Fisikawan MIT, Max Tegmark adalah salah satu penentangnya. Ia menerbitkan makalah setebal 2.000 halaman yang mengritik teori tersebut, dan kerap dikutip oleh banyak penentang. Meski demikian, Dr Hameroff yakin, penelitian fisika kuantum akan menvalidasi Orch-Or. Apalagi efek kuantum kini digunakan untuk menjelaskan banyak proses biologis, seperti bau, navigasi burung, dan fotosintesis. (umi)

FAKTA TENTANG MATI SURI

Sampai saat ini pengalaman mati suri masih menjadi misteri bagi beberapa orang, karena terkadang sulit diterima oleh akal sehat. Lalu bagaimana misteri mati suri ini jika dilihat dari sisi medis, psikologis dan spiritual? Mati suri kadang didefinisikan sebagai keadaan seperti mimpi dan pengalaman mengganggu yang berasosiasi dengan penggunaan obat-obatan. Perasaan sadar terpisah dari tubuh sering dirujuk sebagai pengalaman keluar tubuh.


Analisa MedisSaat membicarakan mati suri, biasanya sulit untuk lepas dari nuansa mistis dan spiritual. Meski begitu, kondisi yang sering disebut dengan istilah Near Death Experience ini juga bisa dijelaskan secara ilmiah dengan ilmu kedokteran. 
"Secara medis kita belum jelas betul seperti apa prosesnya dan apa yang terjadi masih belum tahu," ujar dr Manfaluthy Hakim, SpS dari departemen neurologi FKUI. 
dr Manfaluthy menuturkan untuk menentukan kematian perlu menilai dari denyut jantung dan pembuluh darah serta fungsi otak. Secara fisik tidak adanya reaksi pupil terhadap sinar, karena kalau sudah mengalami mati otak maka reaksi pupilnya negatif, pupil akan melebar dan saat diberi sinar tidak bereaksi.
"Pada orang mati suri kemungkinan belum mati otak, tapi henti jantung. Peredaran darah berhenti tapi otaknya masih berfungsi. Nah, kenapa masih berfungsi saya tidak tahu," ujar dokter yang berpraktik di RSCM dan RS Medistra. 
dr Manfaluthy menjelaskan seharusnya jika otak kekurangan oksigen 3 menit saja maka bisa terjadi kerusakan permanen di otak. Namun nyatanya pada orang dengan mati suri kondisi ini bisa kembali lagi ke normal, denyut jantung ada lagi dan tidak mengalami kerusakan otak. 
Sementara menurut Kepala Departemen Bedah Saraf RS Mayapada Tangerang, Dr Roslan Yusni Hasan, SpBS, mati suri dalam dunia kedokteran adalah istilah untuk kondisi seperti mati yang belum benar-benar mati. Aktivitas sel-sel tubuh dan bahkan organ sebenarnya masih ada, tetapi sangat minimal. 
"Jadi kalau kondisinya naik sedikit atau membaik lagi, ya hidup lagi. Itu sebenarnya seperti tidur yang sangat dalam sampai detak jantungnya pun hampir tidak terdeteksi," kata Dr Roslan. 
Dalam keadaan mati suri, seseorang menurut Dr Roslan masih memiliki aktivitas di tingkat sel meski sangat minimal dan tidak terdeteksi secara kasat mata. Paling tidak, bagian paling keramat dalam tubuh manusia yakni batang otak masih aktif dalam kondisi ini. 
Aktivitas batang otak dalam kondisi mati suri bisa diamati dengan Electroencephalography (EEG). Meski denyut jantung tidak teraba dan nafasnya sudah berhenti, seseorang baru dikatakan benar-benar mati kalau grafik EEG sudah flat atau datar yang artinya tidak ada aktivitas lagi di batang otak. 
Analisa Psikologi Sementara itu jika dilihat dari sisi psikologis, psikolog Efine Indrianie, MPsi menuturkan mati suri ini berhubungan dengan otak dan biasanya identik dengan titik balik seseorang. 
"Saat mati suri, memori psikologis seseorang direset total jadi nol lagi sehingga mengalami rekonstruksi ulang dari kepribadian seseorang. Biasanya orang-orang yang mengalami mati suri mengalami tahap rekonstruksi ulang dari kepribadiannya ke arah yang lebih baik," ujar Efnie. 
Efnie menuturkan tak sedikit orang saat mati suri melewati tahap yang mana ia menghadapi situasi di alam lain, menerima punishment dari apa yang dia lakukan selama ini. Proses ini menjadi pembelajaran bagi diri seseorang yang memicu traumatis dan membuatnya tidak mau balik lagi ke masa lalu. 
"Ketika mati suri seseorang masuk ke fase pembelajaran tahap baru karenanya ia mengalami perubahan dalam perilaku dan personality ke arah yang lebih baik dan juga mengalami perubahan spiritual," ujar Efnie yang juga dosen psikologi klinis di Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha, Bandung. 
Analisa Spiritual Dalam agama Islam, fenomena mati suri dapat dijelaskan secara rasional. Untuk memahami makna mati suri, terlebih dahulu perlu dipahami makna kematian dan kehidupan dalam konsep Islam. 
Dalam Hadits Qudsi, kematian didefinisikan sebagai pintu yang menghubungkan antara dunia dan akhirat. Setiap orang pasti mati dan setiap orang pasti melewati pintu kematian tersebut. Sedangkan kehidupan adalah bergabungnya antara roh dan tubuh atau jasad. 
"Ketika ada orang yang mendekati pintu kematian, maka pintu akan terbuka sehingga bisa kelihatan alam transisi, yang disebut alam barzakh atau alam kubur," jelas DR. H. Asep Usman Ismail, MA, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Jakarta. 
Menurut Asep, orang yang mengalami mati suti tidaklah mati karena ia tidak melewati pintu tersebut, melainkan hanya mendekati pintu kematian yang terbuka sehingga bisa melihat aura dari alam kubur. 
Prinsipnya, mati suri hampir sama dengan tidur, yaitu ketika satu ujung tali roh masih terikat di tubuh atau jasad. 
Asep menjelaskan, dalam konsep Islam roh diibaratkan seperti tali yang memiliki dua ujung dan terikat pada tubuh. Dalam kondisi sadar, berarti kedua ujung tali roh sedang terikat pada tubuh. 
Namun pada saat tidur, salah satu ujung tali roh terlepas dari tubuh sehingga memungkinkannya melayang-layang atau sering disebut dengan mimpi. 
"Pada saat mati suri, di dalam Al Qur'an dijelaskan bahwa salah satu ujung tali roh terlepas tapi dia masih hidup karena ujung yang lain masih terikat dan itu yang membuatnya bisa kembali hidup lagi. Hampir sama dengan orang tidur," lanjut Asep, yang juga menjabat sebagai Dewan Pakar Pusat Studi Al Qur'an. 
Karena ikatan roh dan tubuh terlepas sebagian, maka orang yang mati suri bisa merasakan pengalaman seperti berada di dunia lain, terbang bebas, melihat terowongan, yang tidak lain adalah mendekati pintu kematian. 
"Roh tidak terikat materi jadi bisa berpindah kemana saja. Roh bersifat fleksibel, metafisik. Kalau kedua ikatan roh terlepas dari tubuh, maka orang tersebut baru dinyatakan meninggal. Ini semua bisa dijelaskan secara ma'qul (rasional) dalam Islam," tutup Asep.

FAKTA ILMIAH TENTANG MATI SURI

Mati suri (NDE – Near Death Experience / Pengalaman Mendekati Ajal) terjadi semakin sering karena meningkatnya kemampuan sains untuk menyelamatkan hidup manusia bahkan di saat kritis. Isi dari NDE dan efek pada pasien tampaknya sama di dunia ini, tidak peduli budaya dan masanya. Sifat subjektifnya dan ketiadaan kerangka referensi untuk pengalaman ini membawa pada faktor individual, budaya dan agama menentukan kosakata yang dipakai untuk menjelaskan dan menafsirkan pengalamannya. Sebagai contoh, jika kamu buddha, kamu kemungkinan akan merasakan pengalaman yang sesuai ajaran buddha. Jika kamu muslim, kemungkinan besar kamu merasakan apa yang kamu yakini sesuai ajaran agamamu. Jika kamu kristen, kemungkinan besar akan sesuai dengan ajaran kristen dsb. Karenanya, ada kemungkinan kalau mati suri seperti apa yang dirasakan seseorang ketika mimpi.
Sebelum mendefinisikan mati suri, kita harus mengetahui apa itu definisi mati. Sebelumnya definisi mati yang diterima komite Ad Hoc Harvard Medical School di tahun 1968 adalah lenyapnya seluruh fungsi otak. Walau begitu, kemudian ditemukan adanya pasien yang seluruh otaknya telah mati, namun jantungnya masih berdetak. Detak lemah ini disebabkan oleh fungsi paru-paru. Bila paru-paru tetap dipaksa bernapas, orang ini masih mungkin untuk mencerna makanan, melakukan ekskresi dan bahkan bereproduksi. Karenanya definisi ini dipandang tidak sesuai lagi. Untuk itu dipakai definisi baru yaitu kematian sel otak. Kematian terjadi bila kerusakan sel otak permanen karena tidak adanya oksigen. Dengan definisi ini, maka pasien yang paru-parunya masih memompa oksigen ke otak lewat jantung  walaupun otak tidak dapat berfungsi lagi (mati dalam definisi Harvard) masih dapat dipandang masih hidup.
Jadi definisi mati merupakan sebuah proses yang melibatkan tiga organ utama: jantung, paru-paru dan otak. Walau ketiga organ ini saling kait dan kematian salah satunya akan membawa pada kematian dua lainnya, seseorang baru boleh dikatakan meninggal bila ketiganya telah sepenuhnya berhenti berfungsi.
Mati suri sendiri dapat didefinisikan sebagai ingatan yang dilaporkan dari seluruh kesan yang didapatkan seseorang dalam kondisi sadar khusus, termasuk sejumlah unsur khususnya seperti keluar dari jasad, perasaan damai, melihat lorong, melihat cahaya, bertemu keluarga yang telah wafat atau sebuah peninjauan ulang pengalaman semasa hidup. Kondisi ini terjadi pada saat-saat seseorang menjelang kondisi mati.
Tidak ada satupun pengalaman yang sama dirasakan oleh semua orang yang selamat dari mati suri. Akibatnya sulit untuk melihat adanya nilai objektif dari laporan penderita mati suri. Walau begitu, dapat saja mati suri sebenarnya beberapa jenis pengalaman berbeda yang faktornya belum ditemukan, bukannya satu jenis pengalaman saja yang kita namakan NDE. Sebagian pengalaman, seperti pengalaman mistik, melihat cahaya di ujung terowongan, peninjauan ulang masa hidup dan keluar dari jasad, merupakan pengalaman yang paling menarik minat parapsikolog. Yang paling sering dipakai adalah pengalaman keluar dari jasad, yang dipakai sebagai bukti adanya roh dan kelangsungan hidup setelah mati.
Banyak dilaporkan menjadi penyebab mati suri, seperti kemacetan jantung (mati klinis), shock pasca pendarahan besar, cedera otak traumatik atau haemorrhage intra cerebral (pendarahan di dalam otak), nyaris tenggelam (asphyxia), namun juga dalam penyakit serius yang tidak seketika mengancam jiwa. Pengalaman yang serupa dengan mati suri dapat juga terjadi saat fase terminal suatu penyakit yang disebut visi kematian. Pengalaman serupa seperti pengalaman takut mati juga dilaporkan setelah situasi dimana kematian sudah pasti akan terjadi seperti saat mengalami kecelakaan lalu lintas atau pendakian gunung.
Mati suri bersifat transformasional. Artinya ia mampu mengubah seluruh pandangan hidup seseorang, dan juga bahkan menghilangkan rasa takut mati pada diri seseorang. Kondisi mati suri sebenarnya sering terjadi, dan dipandang sebagai suatu yang misterius bagi banyak dokter. Mereka sering kali mengabaikan laporan pengalaman atau medis bila sang pasien berhasil selamat dari kematian.
Istilah Near Death Experience diberikan pertama kali tahun 1975 dalam buku Life After Life karya Dr. Raymond Moody. Dari sinilah perhatian publik pada masalah ini mulai berkembang. Walau begitu, cerita tentang mati suri telah beredar sejak lama sepanjang sejarah. Plato dalam karyanya, Republic, yang ditulis tahun 360 SM, menceritakan tentang seorang prajurit bernama Er yang mengalami mati suri setelah terbunuh di medan perang. Er menceritakan jiwanya meninggalkan tubuh, diadili bersama jiwa lainnya dan melihat surga. Seperti yang kita lihat disini, bisa jadi pengalaman mati suri seperti ini disebabkan olehkeyakinan agamanya. Namun hal yang sebaliknya juga mungkin terjadi, agama muncul disebabkan oleh pengalaman orang yang mati suri.

Keracunan Karbon Dioksida

Penelitian terbaru oleh Zalika Klemenc-Ketis dan kawan-kawan yang dilaporkan di Jurnal Critical Care baru saja menemukan satu-satunya hal yang ditemukan pada semua orang yang mengalami mati suri. Tim peneliti mempelajari 52 pasien serangan jantung yang dirawat di tiga rumah sakit dalam kondisi kritis. Sebelas diantaranya melaporkan mengalami mati suri. Tim peneliti menemukan bahwa saat mengalami serangan jantung, mereka semua mengalami gejolak gas di dalam darah, seperti Karbon Dioksida. Dari semua gas ini, ada satu gas yang naik hanya pada mereka yang mengalami mati suri. Gas ini adalah Karbon Dioksida.
Dalam penelitian ini disimpulkan pula kalau jenis kelamin, usia, agama, waktu yang diperlukan untuk menghidupkan dan obat yang digunakan untuk perawatan, tidak berkorelasi nyata dengan perasaan mati suri. Hanya karbon dioksida, itu saja.
Hal ini didukung fakta kalau orang  yang menghirup terlalu banyak karbon dioksida, atau berada pada ketinggian yang dapat meningkatkan konsentrasi karbon dioksida darah seperti pilot, juga mengalami sensasi seperti mati suri.
Ini penemuan penting dalam pemahaman kita tentang mati suri. Kita telah tau kalau semua orang yang mati suri memiliki konsentrasi karbon dioksida tinggi dalam darahnya. Tidak peduli dia kiai atau ateis, tidak peduli mati karena kecelakaan atau penyakit. Semua sama.
Tapi ada satu masalah. Saat mengalami serangan jantung, semua orang memiliki konsentrasi karbon dioksida yang tinggi di darahnya. Tapi hanya 10 persen saja yang mengalami mati suri.
Penelitian ini jelas meruntuhkan hipotesis dualisme jasad-jiwa, yang mengatakan kalau ada keterpisahan antara jiwa dan jasad manusia. Bagaimana mungkin jiwa seseorang keluar dari jasad namun masih terpengaruhi oleh kadar karbon dioksida di darah, dan darah berada di jasad tersebut?
Karenanya paradigma monisme (kesatuan jasad-jiwa) tetap didukung fakta dan arah penelitian mati suri telah benar sebagaimana diduga para ilmuan sejak lahirnya sains biologi.


0 komentar:

Posting Komentar

About Me

Foto Saya
Iren effendy
Lihat profil lengkapku

Blog Archive

logo

logo
friends

Quotes Comments Pictures
More Images @ MyNiceProfile.com

translete

tempelate


Free Music Online
Free Music Online

free music at divine-music.info

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

Chococat is a registered trademark of Sanrio Co., Ltd. ("Sanrio"), and the images are copyrighted by Sanrio.